BeritaHukumProfil

Kajari Reza: Dalam Penegakan Hukum Akan Mengedepankan Pendekatan yang Humanis, Menghargai Kearifan Lokal dan Berhati Nurani

KABUPATEN PASURUAN(penaindonesia.net) – Inilah biografi sosok Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan yang baru

Abdi Reza Pachlewi Junus mengawali karirnya dengan mengikuti pendidikan jaksa pada tahun 2005 silam. Hingga kini pun terhitung selama 17 tahun.

“Ketulusan dan keikhlasan hati demi menegakkan hukum merupakan kunci seorang jaksa. Pahit, manis, suka dan duka telah menghiasi kehidupan,” ujar pria kelahiran Sorong, Papua Barat ini.

Demi tugas, dirinya pun harus rela berjauhan dengan kelurga tercinta. Perjalanan karirnya pun berliku, beliau rintis dari bawah

Berawal saat mendapat informasi dari teman kuliah, pemerintah membutuhkan 405 jaksa. Akhirnya beliu mendaftarkan diri dan lulus menjadi jaksa

Usai menempuh pendidikan tahun 2005, Reza mendapatkan penempatan pertama sebagai jaksa di Baubau, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2009, dia mendapatkan kepercayaan sebagai kepala sub seksi (Kasubsi).

Berlanjut tahun 2010 saya mendapat beasiswa S2 di UI (Universitas Indonesia). Serta pindah tugas di Badan Diklat Jakarta Selatan sebagai jaksa fungsional

Singkat cerita pada tahun 2020 karirnya terus meningkat dengan menjabat sebagai Kepala Bagian (Kabag) TU Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat.

“Saat itu Kejati Papua Barat baru terbentuk. Di sana (Papua Barat) hukum adat bisa diakomodir dalam menyelesaikan sebuah perkara. Tentunya perkara yang ringan,” ujar Kajari Reza

“Di Papua Barat saya hanya menjabat Kabag TU satu tahun enam bulan,” lanjutnya.

Belanjut saat ini di Kabupaten Pasuruan menempati posisi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari).

Didampingi Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan Jemmy Sandra, Kajari Reza menyampaikan,”Saya ini orangnya nyantai dan selalu menikmati serta menjalankan tugas apapun sesuai arahan pimpinan”.

“Pertama menginjakan kaki di Kabupaten Pasuruan yang notabene daerah pesantren, Saya yakin bisa mengemban arah dari Jaksa Agung yakni dalam melakukan penegakan hukum secara humanis, karena selain berpegang pada kodrati manusia kita juga harus memandang lingkungan budaya yang meliputi masyarakat (kearifan lokal) dan berhati nurani,”tambahnya.(gus)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button