BeritaPolitikProfil

Muzammil Syafi’i: Politik Hari ini Perlu Diisi Orang-orang Baik, Agar Mampu Mewujudkan dan Mengawal Kebijakan yang Rahmatan lilalamin

Muzammil Syafi’i merupakan satu di antara sekian banyak politisi yang lahir dari rahim pesantren. Kehidupannya sebagai santri membawa pengaruh yang sangat kental dalam menapaki karir politiknya. Mulai semasa menjadi wakil bupati Pasuruan hingga anggota DPRD Jawa Timur sekarang

PENAINDONESIA.NET – Satu hal yang didapatkan Muzammil selama menimba ilmu di pesantren adalah sebuah pengabdian. Ia memegang prinsip sebuah penggalan hadis terkenal. Khairunnas anfauhum linnas, yang berarti, ‘sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi manusia lainnya’.

“Jadi dekat dengan masyarakat, memahami persoalan yang mereka hadapi dan mencarikan solusi, itulah bentuk pengabdian,” kata Buya Muzammil, sapaannya.

Tak heran bila sejak muda, Muzammil berkecimpung dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan. Selepas nyantri di Ponpes Roudlotul Maruf Alhasaniyah Kota Pasuruan, ia menggeluti dunia organisasi. Ketika berusia 24 tahun, terpilih sebagai ketua IP NU Kabupaten Pasuruan.

Sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU), Muzammil juga memiliki kedekatan dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai berlambang Kakbah ini merupakan hasil fusi dari empat partai bercorak agama. Di antaranya, Partai NU. Pada Pemilu 1982, Muzammil hendak dicalonkan sebagai anggota DPRD Kota Pasuruan. Namun, kandas di tengah jalan.

Setahun menjelang pemilihan, sejumlah tokoh di Kota Pasuruan ingin memisahkan diri dengan Kabupaten Pasuruan. Maka, didirikanlah DPC PPP Kota Pasuruan. Muzammil yang lebih aktif di kabupaten, tersingkir. Namanya hilang dari daftar calon legislatif.

Setelah 1983, Muzammil menepi dari dunia politik. Memilih berkonsentrasi dengan profesinya sebagai pengacara. Profesi ini juga dianggap sebuah pengabdian. Tak pernah memasang tarif honor dari kliennya.

Saat ini Muzammil Syafi’i duduk sebagai Legislatif Provinsi berada di Komisi A DPRD Jawa Timur sebagai ketua Fraksi Nasdem.

“Ada yang jauh tidak ternilai dari sekadar materi. Adalah kepuasan batin ketika berhasil membantu orang,” kata pria yang juga Dewan Pertimbangan MUI Kabupaten Pasuruan ini.

Keputusannya kembali ke dunia politik terjadi sebelum berakhirnya rezim Orde Baru. Menurutnya, perjuangan politik juga memiliki nilai ibadah. “Perebutan kekuasaan perlu dibangun dengan niat untuk terus menjaga ajaran ahlussunah wal jamaah,” bebernya.

Muzammil yang kala itu menjabat Sekretaris PC NU Kabupaten Pasuruan, ikut andil membentuk DPC PKB Kabupaten Pasuruan. Debut pertama dalam pemilu mengantarnya duduk di kursi pimpinan DPRD Kabupaten Pasuruan. Namun, tak lama kemudian diminta mendampingi Jusbakir Aldjufri dalam Pilkada Kabupaten Pasuruan 2003. Duet Jusbakir dan Muzammil memimpin kabupaten berlangsung selama satu periode.

Setelah tak memegang jabatan politik, ia sempat menarik diri. Baru sejak 2014, pengagum Gus Dur ini kembali aktif dalam politik praktis. Hingga sekarang duduk di Komisi A DPRD Jawa Timur sebagai ketua Fraksi Nasdem.

Diakuinya, latar belakang sebagai santri serta aktivitasnya dalam berbagai organisasi, membawa keuntungan tersendiri ketika berpolitik. “Yang jelas cost politic-nya murah. Karena pendekatannya sebagai saudara,” katanya.

Ia mengaku tak pernah memainkan money politics selama kampanye. Satu-satunya hal yang selalu berusaha dihindari. “Saya hanya menjanjikan program. Sedekah saya kepada masyarakat adalah sedekah kebijakan,” jelasnya.

Karena itu, meski sebagai legislator yang membidangi urusan pemerintahan dan hukum, Muzammil lebih concern mengawal program-program pemerintah di bidang pendidikan. Katanya, masyarakat yang maju adalah masyarakat yang berilmu. Ilmu apapun tidak bisa dipahami begitu saja, tanpa melalui sarana pendidikan. Seperti sekolah maupun madrasah.

“Bahkan, Islam juga dibangun dengan ilmu. Maka ayat pertama adalah iqra’,” ungkapnya.

Keberlangsungan pendidikan dinilai sangat penting untuk melahirkan generasi-generasi pemimpin masa depan. Termasuk dari kalangan santri. Karena itu, Muzammil mendorong pesantren-pesantren agar memiliki spesialisasi program pendidikan lebih luas. Tentu dengan tetap mengedepankan pendidikan agama.

“Sekarang banyak pesantren yang melakukan spesialisasi pendidikan. Seperti Sidogiri yang begitu kuat dalam pengembangan ekonomi umat,” kata Muzammil.

Di samping itu, pengembangan pendidikan politik hari ini juga mulai diperlukan di kalangan pesantren. Kenapa? Untuk memberi ruang bagi para santri yang memiliki bakat kepemimpinan dan politik.

Sebab, politik hari ini, kata Muzammil, butuh karakter-karakter yang baik. Ilmu dan pemikiran yang dimiliki para santri diyakini mampu memberikan sumbangsih terhadap dunia politik.

“Saat ini banyak orang menganggap politik itu kotor. Maka, politik hari ini perlu diisi orang-orang baik, agar mampu mewujudkan dan mengawal kebijakan yang rahmatan lilalamin,” pungkasnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button