Bali

Reformasi KUHAP Dibedah di Universitas Bali Internasional: Risiko, Harapan, dan Gagasan Baru

PENAINDONESIA.NET, DENPASAR | Seminar hukum digelar Program Studi Hukum Fakultas Bisnis, Sosial, dan Teknologi Humaniora (FBSTH) Universitas Bali Internasional kembali memantik perhatian publik.

 

 

 

 

Dengan tema “KUHAP di antara Harapan Baru atau Kekhawatiran Baru: Perspektif Hukum dan Masyarakat”, kegiatan ini menjadi ajang pembahasan serius mengenai arah reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan dampaknya terhadap tatanan penegakan hukum nasional.

 

 

 

 

Membuka acara, Wakil Rektor I Universitas Bali Internasional menegaskan pentingnya meningkatkan literasi hukum di tengah perubahan regulasi yang terus berkembang. Ia menilai, pemahaman terhadap KUHAP adalah fondasi penting pembentukan budaya hukum yang sehat di kalangan akademisi maupun masyarakat umum.

 

 

 

 

Seminar menghadirkan dua Narasumber utama, yaitu mantan ketua komisi III DPR RI yang juga  Praktisi Hukum I Gede Pasek Suardika (GPS)  dan Akademisi I Putu Harry Suandana Putra. Keduanya dikenal aktif dalam diskursus reformasi hukum nasional dan memberikan sorotan tajam terhadap dinamika revisi KUHAP, mulai dari persoalan teknis di lapangan hingga implikasinya pada perlindungan hak asasi manusia (HAM).

 

 

 

 

Acara dipandu oleh Dosen Universitas Bali Internasional, Ni Putu Yuliana Kemalasari, SH., MH., yang mengarahkan diskusi secara interaktif dan terstruktur sehingga setiap isu krusial dapat digali mendalam.

 

 

 

 

 

 

 

Sorotan Utama: Kekhawatiran atas Kewenangan Aparat dan Perlindungan HAM

 

 

 

 

Dalam sesi pemaparan, para narasumber menilai revisi KUHAP berpotensi membuka peluang tumpang tindih regulasi, perubahan kewenangan penyidik, hingga risiko pelemahan perlindungan HAM.

 

 

 

 

Di sisi lain, reformasi ini juga memberi peluang perbaikan besar, seperti penyempurnaan tata kelola penyidikan, peningkatan kepastian hukum, serta sinkronisasi antar lembaga penegak hukum.

 

 

 

 

Harry Suandana menegaskan bahwa persoalan di daerah, seperti keterbatasan SDM dan sarana penyidikan, harus masuk dalam pertimbangan revisi. Ia menekankan bahwa revisi KUHAP harus mampu menjawab tantangan di lapangan, terutama terkait kejelasan kewenangan penyidik dan perlindungan korban.

 

 

 

 

Sementara itu, GPS mengingatkan bahwa perluasan kewenangan tanpa batasan yang jelas dapat membuka ruang kriminalisasi. GPS mengatakan prinsip kehati-hatian tetap harus dijaga, karena sedikit kelonggaran kewenangan dapat berakibat besar bagi warga negara.

 

 

 

 

Ia juga menyoroti belum responsifnya KUHAP terhadap perkembangan teknologi digital, terutama dalam aspek pengelolaan bukti elektronik.

 

 

 

 

 

 

 

Diskusi Menghangat: Advokat, Korban, hingga Risiko Penyalahgunaan Kekuasaan

 

 

 

 

Sesi tanya jawab dengan mahasiswa membuat suasana seminar semakin dinamis. Peserta mempertanyakan potensi tindakan represif jika pasal-pasal baru tidak diawasi dengan baik. Ada pula yang menyoroti lambannya proses peradilan yang memicu menurunnya kepercayaan publik.

 

 

 

 

Isu mengenai minimnya perlindungan korban dalam hukum acara pidana juga mengemuka, sejalan dengan kritik narasumber bahwa fokus publik terlalu berat pada perlindungan tersangka.

 

 

 

 

Narasumber menegaskan bahwa revisi KUHAP harus inklusif, melibatkan akademisi, masyarakat, hingga praktisi hukum agar tidak menjadi produk hukum yang elitis.

 

 

 

 

 

 

 

Universitas Bali Internasional Tegaskan Komitmen Akademik

 

 

 

 

Melalui penyelenggaraan seminar ini, Universitas Bali Internasional menunjukkan komitmennya dalam menguatkan budaya akademik yang kritis dan progresif. Diskusi seputar KUHAP dinilai bukan hanya memperkaya pengetahuan mahasiswa, tetapi juga melatih kepekaan mereka terhadap dinamika reformasi hukum di Indonesia.

 

 

 

 

Pada penutupan, kedua narasumber sepakat bahwa reformasi KUHAP adalah momentum penting untuk memperkuat sistem peradilan pidana, namun prosesnya harus dilakukan hati-hati dan partisipatif agar tidak melahirkan persoalan baru. (red).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button